Rabu, 03 Maret 2010

Pengawas

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial, manusia adalah makhluk paling mulia dan sempurna yang diciptakan Allah SWT; yaitu manusia memiliki cipta (akal pikiran), karsa dan rasa. Dalam posisi serba lengkap tersebut manusia bersosialisasi dalam lingkungan keluarga, sekolah, kantor dan masyarakat luas. Lingkungan itu memacu manusia untuk terus berjuang meraih segala apa yang dicita-citakannya. Lingkungan itulah tempat manusia beraktivitas, berkreasi dan berekspresi, tak terkecuali ketika ia memasuki dunia kerja.
Begitu pula pengawas sekolah/madrasah (termasuk pengawas pendidikan agama) yang merupakan bagian dari spesies manusia beraktivitas dipengaruhi oleh lingkungannya, terutama faktor motivasi instrinsik dan ekstrinsik.
Faktor motivasi instrinsik dan ekstrinsik tersebut memberikan kontribusi terhadap sikap pengawas sekolah/madrasah untuk sharing experient and saling experient terhadap sekolah/madrasah yang menjadi binaannya. Karena kita sama-sama mengetahui bahwa tugas dan fungsi pengawas dalam ikut meningkatkan mutu pendidikan tidaklah bisa dianggap sebelah mata. Dengan demikian Pengawas yang merupakan pegawai negeri sipil memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak enteng. Mereka melakukan tugas supervisi terhadap sekolah, guru, kepala sekolah/madrasah dan staf sekolah/madrasah lainnya dengan harapan agar mutu pendidikan meningkat maju dan berkembang.
Berbicara tentang mutu pendidikan dan tugas fungsional pengawas sekolah/ madrasah maka motivasi berprestasi merupakan salah satu perilaku seorang pekerja atau pegawai yang tak boleh ditinggalkan, bila ia ingin mencapai produktivitas kerja optimal sesuai yang di cita - citakannya. Sebab sesuai tabiatnya manusia selalu ingin berkembang dan maju serta hasil kerjanya dihargai orang sesuai harapannya.
Begitu pula seorang pengawas sekolah/ madrasah, maka selaiknya terus meningkatkan pengetahuan dan skill yang ada pada dirinya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu tenaga pengawas sekolah/madrasah antara lain adalah penyempurnaan sejumlah unsur mulai dari rumusan konsep dasar pengawasan, peranan dan fungsi pengawas, kompetensi kualifikasi dan sertifikasi, rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, pengembangan karir, pendidikan dan pelatihan, penghargaan dan perlindungan sampai pada pemberhentian dan pensiun.
Namun faktanya, masih banyak pengawas sekolah/ madrasah, juga pengawas Pendidikan Agama berpikiran kuno. Mereka menjalankan tugas supervisi seperti inspeksi yang biasa dilakukan oleh petugas inspektorat bukan sebagai supervisor yang membina mitra kerja (guru dan kepala sekolah/ madrasah)-nya.
Bahkan sampai saat ini masih banyak pegawai yang alih profesi menjadi pengawas bukan lantaran mereka memiliki kemampuan/kompetensi kepengawasan sekolah/madrasah, tetapi mereka alih profesi lantaran ingin memperpanjang masa pensiun. Ada pengawas sekolah yang diangkat dari mantan pejabat atau staf dinas dengan maksud untuk memperpanjang masa pensiunnya, pada hal mereka belum pernah menjadi guru atau kepala sekolah. Ironisnya, setelah mereka dilantik sebagai pengawas sekolah, mereka tidak pernah mendapatkan pelatihan pengawas sekolah.
Juga tak jarang, mereka yang alih profesi jadi pengawas adalah mereka (guru atau pegawai) yang malas atau bermasalah lainnya. Mereka mengira menjadi pengawas sekolah/ madrasah hanya bertugas berkunjung dari satu sekolah/ madrasah ke sekolah/ madrasah lainnya. Padahal peran dan tugas pengawas sekolah/ madrasah lebih luas dari itu. Pengawas sekolah/madrasah dituntut bukan hanya berpengetahuan dan ahli dalam melakukan supervisi pengajaran, tetapi pengawas juga dituntut sebagai konsultan pendidikan dan pengajaran. Begitu pula kini pengawas sekolah/madrasah dituntut menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta arus informasi global yang sangat deras.
Namun pertanyaannya, apakah SDM pengawas kita mampu/ memiliki kompetensi kepengawasan yang diinginkan sesuai tuntutan tugas dan tanggung jawabnya. Apakah SDM pengawas kita memiliki tekad dan kemauan yang tinggi untuk maju.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan pada latar belakang di atas dapat kita rumuskan beberapa permasalahan yang muncul, diantaranya :
1. Bagaimana idealnya seorang pengawas ?
2. Bagaimana hubungan motivasi berprestasi terhadap produktivitas kerja pengawas ?
3. Faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan motivasi berprestasi pengawas ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. TUGAS DAN FUNGSI PENGAWAS
Pengawas adalah jabatan fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan dalam upaya meningkatkan proses dan hasil belajar guna mencapai tujuan pendidikan. Pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan di sekolah dibidang akademik (teknis pendidikan) dan bidang manajerial (pengelolaan sekolah).
Pengawas adalah sekelompok jabatan fungsional yang bertugas memonitoring, membimbing dan membina kehidupan lembaga persekolahan. Olehnya para pengawas harus tumbuh dan berkembang serta memiliki kompetensi profesional dalam melaksanakan tugasnya, agar kinerja lembaga pendidikan dapat berjalan dan berkembang dengan benar sesuai tuntutan kebutuhan. Selain itu dapat melahirkan kebijakan – kebijakan baru dalam memecahkan masalah yang timbul dalam pelaksanaan tugasnya. Jadi Pengawas dapat berperan sebagai seorang analis kebijakan dan memahami rumusan kebijakan. Apa, bagaimana, siapa sasaran kebijakan, dan dampak dari kebijakan itu. Kalau perumusan kebijakan pelatihan guru misalnya dapat dilaksanakan, maka pengawas dapat mengamati dampak pelatihan” itu melalui monitoring lapangan terhadap kinerja guru paska pelatihan tersebut
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 39 disebutkan bahwa kriteria minimal seseorang untuk dapat diangkat menjadi pengawas satuan pendidikan adalah:
a. Berstatus sebagai guru sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasi
b. Memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan,
c. Lulus seleksi sebagai pengawas satuan pendidikan
Dengan mengacu pada Surat Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 118 tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya, Keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 03420/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, dapat diketahui tentang fungsi pengawas sekolahadalah sebagai berikut :
a. Pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP dan SLTA.
b. Peningkatkan kualitas proses pembelajaran/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Fungsi yang pertama merujuk pada pengawasan manajerial, sedangkan fungsi yang kedua merujuk pada pengawasan akademik. Pengawasan manajerial pada dasarnya berfungsi sebagai pembinaan, penilaian dan bantuan/bimbingan kepada kepala sekolah/madrasah dan seluruh tenaga kependidikan lainnya di sekolah/madrasah dalam pengelolaan sekolah/madrasah untuk meningkatkan kinerja sekolah dan kinerja kepala sekolah serta kinerja tenaga kependidikan lainnya.
Pengawasan akademik berkaitan dengan fungsi pembinaan, penilaian, perbantuan,dan pengembangan kemampuan guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran/bimbingan dan kualitas hasil belajar siswa.
Sejalan dengan fungsi pengawas sekolah/madrasah di atas, maka kegiatan yang harus dilaksanakan pengawas adalah:
a. Melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah/madrasah, kinerja sekolah/madrasah, kinerja kepala sekolah/madrasah,kinerja guru, dan kinerja seluruh tenaga kependidikan di sekolah/madrasah;
b. Melakukan monitoring pelaksanaan program sekolah/madrasah beserta pengembangannya;
c. Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah/madrasah;
Berdasarkan kajian tentang fungsi pengawas sekolah/madrasah sebagaimana dikemukakan di atas, maka perspektif ke depan fungsi umum pengawas sekolah/madrasah melakukan: (1) pemantauan, (2) penyeliaan, (3) pengevaluasian pelaporan, dan (4) penindaklanjutan hasil pengawasan.
Fungsi pemantauan meliputi pemantauan pelaksanaan pembelajaran/bimbingan dan hasil belajar siswa serta menganalisisnya untuk memperbaiki mutu pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran yang relevan di sekolah/madrasah, pemantauan terhadap penjaminan/standar mutu pendidikan,pemantauan terhadap pelaksanaan kurikulum, pemantauan terhadap penerimaan siswa baru, pemantauan terhadap proses pembelajaran di kelas, pemantauan terhadap hasil belajar siswa, pemantauan terhadap pelaksanaan ujian, pemantauan terhadap rapat guru, pemantauan terhadap kepala sekolah/madrasah dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah/madrasah, pemantauan terhadap hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat, pemantauan terhadap data statistik kemajuan sekolah/madrasah, dan program-program pengembangan sekolah/madrasah.
Fungsi penyeliaan meliputi penyeliaan terhadap: kinerja sekolah/madrasah,kinerja kepala sekolah/madrasah, kinerja guru, kinerja tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, pelaksanaan kurikulum/mata pelajaran, proses pembelajaran,pemanfaatan sumberdaya, pengelolaan sekolah/madrasah, dan unsur lainnya seperti: keputusan moral, pendidikan moral, kerjasama dengan masyarakat. mensupervisi sumber-sumber daya sekolah/madrasah sumber daya manusia, material, kurikulum dan sebagainya, penyeliaan kegiatan antar sekolah/madrasah binaannya, kegiatan in service training bagi kepala sekolah/madrasah, guru dan tenaga kependidikan di sekolah lainnya, dan penyeliaan pelaksanaan kegiatan inovasi sekolah/madrasah.
Fungsi pengevaluasian pelaporan meliputi pengevaluasian pelaporan terhadap kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan di sekolah/madrasah sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan, pelaporan perkembangan dan hasil pengawasan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Propinsi dan/atau Nasional, pelaporan perkembangan dan hasil pengawasan ke sekolah/madrasah binaannya, Komite Sekolah/Madrasah dan stakeholder lainnya.
Fungsi penindaklanjutan meliputi penindaklanjutan terhadap laporan hasilhasil pengawasan untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolah/madrasah; penindaklanjutan terhadap kelebihan-kelebihan dan kekurangan sekolah/madrasah hasil refleksi guru, kepala sekolah/madrasah, dan tenaga kependidikan lainnya; penindaklanjutan terhadap hasil-hasil pemantauan pelaksanaan standar nasional untuk membantu kepala sekolah/madrasah dalam menyiapkan akreditasi sekolah/madrasah; dan penindaklanjutan terhadap karya tulis ilmiah yang telah dihasilkan oleh guru dan kepala sekolah/madrasah.
Dalam melaksanakan supervisi akademik, pengawas sekolah/madrasah hendaknya memiliki peranan khusus sebagai:
a. Patner (mitra) guru dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya,
b. Inovator dan pelopor dalam mengembangkan inovasi pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya,
c. Konsultan pendidikan dan pembelajaran di sekolah/madrasah binaannya.
d. Konselor bagi guru dan seluruh tenaga kependidikan di sekolah/madrasah,
e. Motivator untuk meningkatkan kinerja guru dan semua tenaga kependidikan di sekolah/madrasah.
Pengawas sekolah/madrasah selama ini menurut pengamatan sekilas di lapangan cenderung lebih banyak melaksanakan supervisi manajerial daripada supervisi akademik. Supervisi akademik misalnya seperti berkunjung ke kelas-kelas mengamati guru yang sedang mengajar tanpa mengganggu. Hasil pengamatan dianalisis dan didiskusikan dengan guru serta akhirnya dapat menjadi masukan guru dalam memperbaiki proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian, hasil belajar siswa diharapkan akan meningkat.Komposisi kegiatan supervisi manajerial dengan kegiatan supervisi akademik disarankan 25 persen berbanding 75 persen.
Ada 5 prinsip digunakan pengawas dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya sebagai seorang pengawas/ supervisor pendidikan pada sekolah yang dibinanya yaitu :
a. Trust, artinya kegiatan pengawasan dilaksanakan dalam pola hubungan kepercayaan antara pihak sekolah dengan pihak pengawas sekolah sehingga hasil pengawasannya dapat dipercaya
b. Realistic, artinya kegiatan pengawasan dan pembinaannya dilaksanakan berdasarkan data eksisting sekolah.
c. Utility, artinya proses dan hasil pengawasan harus bermuara pada manfaat bagi sekolah untuk mengembangkan mutu dan kinerja sekolah binaannya.
d. Supporting, Networking dan Collaborating, artinya seluruh aktivitas pengawasan pada hakikatnya merupakan dukungan terhadap upaya sekolah menggalang jejaring kerja sama secara kolaboratif dengan seluruh stakeholder.
e. Testable, artinya hasil pengawasan harus mampu meng¬gambarkan kondisi kebenaran objektif dan siap diuji ulang atau dikonfirmasi pihak manapun.
Prinsip-prinsip di atas digunakan pengawas dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya sebagai seorang pengawas/ supervisor pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Dengan demikian kehadiran pengawas di sekolah bukan untuk mencari kesalahan sebagai dasar untuk memberi hukuman akan tetapi harus menjadi mitra sekolah dalam membina dan me¬ngembangkan mutu pendidikan di sekolah sehingga secara bertahap kinerja sekolah semakin meningkat menuju tercapainya sekolah yang efektif.
Prinsip-prinsip kepengawasan itu harus dilaksanakan dengan tetap memperhatikan kode etik pengawas satuan pendidikan. Kode etik yang dimaksud minimal berisi sembilan hal berikut ini.
a. Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas satuan pendidikan senantiasa berlandaskan Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Pengawas satuan pendidikan senantiasa merasa bangga dalam mengemban tugas sebagai pengawas.
c. Pengawas satuan pendidikan memiliki pengabdian yang tinggi dalam menekuni tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas.
d. Pengawas satuan pendidikan bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai pengawas.
e. Pengawas satuan pendidikan menjaga citra dan nama baik profesi pengawas.
f. Pengawas satuan pendidikan menjunjung tinggi disiplin dan etos kerja dalam melaksanakan tugas profresional pengawas.
g. Pengawas satuan pendidikan mampu menampilkan keberadaan dirinya sebagai supervisor profesional dan tokoh yang diteladani.
h. Pengawas satuan pendidikan sigap dan terampil dalam menanggapi dan membantu pemecahan masalah-masalah yang dihadapi stakeholder sekolah binaannya
i. Pengawas satuan pendidikan memiliki rasa kesetiakawan¬an sosial yang tinggi, baik terhadap stakeholder sekolah binaannya maupun terhadap koleganya.

B. PRODUKTIVITAS KERJA PENGAWAS
Secara umum makna produktivitas adalah hubungan antara kualitas yang dihasilkan dengan jumlah kerja yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil. Produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan.
Namun menurut Edward M Glaser (1976) dalam perkembangannya dewasa ini pengertian produktivitas tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi atau ekonomi saja, tetapi juga memperhatikan aspek manusiawi.
Sementara menurut Mauled Mulyono (1993), ”Studi produktivitas tidak hanya mencakup aspek ekonomi, melainkan juga berkaitan dengan aspek-aspek non ekonomi.” Misalnya aspek manajemen dan organisasi, masalah mutu kerja, mutu kehidupan, perlindungan dan keselamatan kerja, insentif dan lain–lain.
Pengertian lain dari produktifitas adalah apa yang dijelaskan Dale Timpe (1992), yaitu: ”ratio antara efektivitas megahsilkan keluaran (output) dan efisiensi penggunaan sumber masukan (input). Atau dengan kata lain, pengertian produktivitas memiliki dua konsep dasar, yakni efektivitas dan efisiensi.”
Konsep efektivitas berkaitan dengan pelaksanaan pencapaian hasil keluaran sesuai dengan kualitas, kuantitas dan waktu yang telah ditentukan. Sedangkan konsep efisiensi berkaitan dengan realisasi pemanfaatan sumber daya yang diperlukan untuk mengusahakan hasil tertentu.
Peningkatan produktivitas sangat ditentukan oleh berbagai faktor produksi. Namun dari sekian banyak faktor produksi, sumber daya manusia memegang peran utama. Berkaitan dengan hal ini, maka tenaga kerjalah yang lazim dijadikan faktor pengukur produktivitas.
Produktivitas pada dasarnya merupakan sikap mental manusia yang berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan membuat hari esok lebih baik dari hari ini. Dengan demikian, manusia yang produktif mempunyai sikap mental dan cara pandang selalu berorientasi pada tiga dimensi waktu, yakni dengan pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Sedangkan produktivitas tenaga kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu. Peran serta tenaga kerja disini adalah pengerahan sumber daya secara efisien dan efektif.
Perbandingan tersebut selalu berubah – ubah dari waktu ke waktu, karena dipengaruhi berbagai faktor seperti; tingkat pendidikan, ketrampilan, disiplin, motivasi, etika kerja dan tingkat penghasilan. Sementara pendapat ahli lainnya mengatakan bahwa produktivitas kerja merupakan ukuran kualitas dan kualitas unjuk kerja atau kinerja tenaga kerja.
Kemampuan untuk membangkitkan tingkat komitmen yang tinggi untuk menyusun strategi yang sukses perlu diperhatikan atau diperhitungkan iklim organisasi dimana penekanannya adalah pada kualitas dan prestasi kerja yang meliputi semangat kinerja yang tinggi.
Selanjutnya Keith Davis and John W. Newstrom (1996) menjelaskan, pada banyak penelitian, penilaian atau penaksiran terhadap prestasi (performance appraisal) merupakan proses penilaian prestasi pegawai. Dijabarkan penaksiran diperlukan untuk: (1) mengalokasikan sumber daya dalam lingkungan yang dinamik, (2) memberi imbalan kepada pegawai, (3) memberikan umpan balik kepada pegawai tentang hasil kerja mereka, (4) membina hubungan yang baik kepada kelompok, (5) melatih dan mengembangkan pegawai, dan (6) mematuhi peraturan perundang-undangan.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja tidak semata ditujukan untuk menghasilkan keluaran yang sebanyak–banyaknya, akan tetapi juga memperhatikan kualitas keluaran tersebut. Dengan kata lain, produktivitas kerja pengawas sekolah/madrasah adalah bagaimana seorang pengawas sekolah/madrasah melaksanakan pekerjaannya atau unjuk kerja.
Sedangkan pengawas pendidikan agama Islam (PAI) yang hanya melakukan supervisi pengajaran agama Islam tak jauh berbeda. Mereka memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk membina, menilai /mengevaluasi dan mensupervisi kegiatan sekolah/madrasah.
Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (SK Menpan) Nomor 118 tahun 1996, Bab I pasal 1 angka 1 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, dinyatakan bahwa: ”Pengawas Sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan di sekolah dengan melakukan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan prasekolah, dasar dan menengah.
Dengan demikian, Pengawas Pengajaran Agama Islam merupakan pegawai Departemen Agama yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengajaran agama Islam di sekolah maupun di madrasah, mulai tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, hingga SMA-SMK/MA-MAK.
Jadi, produktivitas kerja pengawas sekolah/ madrasah adalah produktivitas kerja yang tidak semata ditujukan untuk menghasilkan keluaran yang sebanyak–banyaknya, akan tetapi juga memperhatikan kualitas keluaran, efektivitas kerja, efisiensi kerja, metode kerja dan kemampuan bekerja sama tersebut. Dengan kata lain, produktivitas kerja pengawas sekolah/madrasah adalah bagaimana seorang pengawas melaksanakan pekerjaannya atau unjuk kerja yang berkualitas, efisien, efektif, metode/ strategi kerja yang sesuai dan kerja sama yang harmonis dengan mitra kerjanya (guru, kepala sekolah/ madrasah, staf administrasi pendidikan) yang binaannya dan mitra kerja terkait lainnya.
Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur produktivitas kerja pengawas dalam penelitian ini meliputi: (1) kualitas kerja, (2) efektivitas kerja, (3) efisiensi kerja, (4) metode kerja, (5) kemampuan kerjasama

C. MOTIVASI BERPRESTASI
Motivasi merupakan daya dorong yang mempengaruhi setiap orang. Menurut David C. McCleland (1976), daya dorong itu bisa datang dari dalam maupun dari luar diri seseorang.” A motive is the redintegration by a cue of a change in an affective situation.” Bahwa, (motif adalah memperbaharui seseorang yang belum berpengetahuan dengan cara memberi petunjuk untuk mengubah dirinya ke dalam situasi efektif). Pada bagian lain dijelaskan David C. McCleland, bahwa yang dimaksud dengan motive adalah suatu yang mengakibatkan sikap atau kondisi yang akan mengantarkan manusia untuk melakukan tindakan tertentu.
Kenneth N Wexley and Gary A Yuki (1977) menjelaskan, bahwa motivasi adalah suatu proses di mana tingkah laku bertindak dengan semangat dan terkendali. Dalam ”Mentallhelp, Motivation-Psychological Self-Help” dijelaskan, bahwa, ”Motivation is trying to reach our goals.” Bahwa, motivasi menumbuhkan usaha untuk mencapai tujuan-tujuan kita.
Di samping itu ada sebagian orang terdorong untuk melakukan pekerjaan karena faktor kebutuhan, baik kebutuhan yang disadari maupun yang tidak disadari, baik kebutuhan fisik maupun non fisik.
Motivasi merupakan proses yang berawal pada kekurangan atau kebutuhan psikologi, mobilisasi atau dorongan itu diarahkan pada suatu tujuan atau rangsangan. Dengan demikian, kunci untuk memahami proses motivasi terletak pada pemahaman dan hubungan antara kebutuhan, dorongan dan semangat.
Selanjutnya bila kita tinjau dalam hidup, kita akan memberi tekanan banyak atau sebagian dari tujuan itu, misalnya hidup lebih tenang, lebih senang, lebih sehat dan tidak menunjukkan adanya gejala stres atau emosional. Tujuan-tujuan yang positif biasanya lebih dapat memotivasi seseorang dari pada tujuan-tujuan yang negatif. Orang yang berorientasi pada kemampuan yang dimilikinya (mastery oriented people), menyadari bahwa kesuksesan yang ia raih tergantung kepada keterampilan yang dimilikinya, lebih berorientasi pada kemandirian yang ia miliki, bekerja keras, berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam setiap penampilannya dan lebih tertarik pada aktivitas-aktivitas yang mendukung tercapainya tujuan yang diharapkan. Agar motivasi yang dimiliki itu lebih efektif, harus difokuskan pada tugas-tugas yang dianggap penting serta mendukung tercapainya tujuan yang diharapkan.
Oleh sebab itu motivasi dapat dikatakan faktor pendorong yang akan mempengaruhi manusia untuk bertindak sesuai dengan keinginannya yang akan dituju. Faktor pendorong tersebut bisa datang dari dalam (faktor intrinsik) maupun dari luar (faktor ekstrinsik) diri manusia itu sendiri. Untuk lebih jelasnya berikut Michael Armstrong dalam bukunya “ Personnel Management Practice” (1991) menggambarkan proses motivasi sebagai berikut.










Gambar 1. Model Motivasi Aktualisasi Diri
Motivasi berprestasi didasarkan pada satu harapan. Harapan itu tersusun dari pengalaman yang sifatnya universal melalui pemecahan masalah, misalnya seseorang mempelajari cara untuk berjalan, berbicara, berburu atau membaca, menulis, menjahit dan sebagainya.
Harapan ini melibatkan juga penghargaan terhadap standar mutu dari suatu tindakan/ tugas. Suatu tugas atau tindakan ini dapat dilakukan dengan cepat dan efesien atau bahkan dilaksanakan secara lambat. Dengan harapan ini pula individu akan melakukan suatu tugas/ tindakan itu lebih baik atau lebih cepat bila dibandingkan dengan yang lain. Beberapa kenikmatan yang mampu mendorong suatu usaha untuk menyelesaikan suatu tindakan/ tugas dan sudah tentu didasarkan pada motif intrinsik setiap individu. Dari semua itu dapat dikatakan bahwa setiap individu memiliki dasar untuk motif berprestasi.
Pada bagian lain diungkapkan pula bahwa berprestasi adalah keberhasilan (kesuksesan) dalam berkompetisi dengan standar terbaik. Steer dan Porter menjabarkan, bahwa kebutuhan manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: kebutuhan berprestasi, berafiliasi (persahabatan), dan kekuasaan.
Beberapa pakar (Jackson, Ahmed, dan Heapy) menyimpulkan bahwa, keinginan berprestasi melibatkan beberapa faktor penting yaitu: (a) keinginan adanya pengakuan tentang keahlian yang dimilki, (b) keinginan untuk mendapat uang, (c) keinginan untuk keberhasilan diri, (d) keinginan mendapatkan kehormatan dari para teman sejawat, (e) keinginan untuk berkompetisi dan menang, (f) keinginan untuk bekerja keras dan unggul dalam segala hal.
Pendapat lain menyimpulkan, bahwa motivasi berprestasi adalah memiliki keinginan kuat untuk berprestasi. Atau keinginan untuk mencapai tujuan-tujuan yang positif. Keinginan ini berkembang dalam suatu lingkungan yang memberikan peluang kepada tanggung jawab seseorang, memberikan umpan balik tentang kinerja kerja, dan penghargaan terhadap suatu kerja baik yang telah dilakukan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa motivasi pada penelitian ini adalah faktor pendorong yang mempengaruhi seseorang untuk bertingkah laku atau bertindak sesuai dengan keinginannya atau kebutuhannya yang akan dituju. Faktor pendorong tersebut bisa datang dari luar (motivasi ekstrinsik) dan terutama sekali datang dari dalam diri orang itu sendiri (motivasi intrinsik).
Sedangkan kebutuhan-kebutuhan tersebut bisa berupa kebutuhan jasmaniah (fisiologi) maupun kebutuhan rohaniah (psikologi). Artinya, seseorang dengan segala kemampuannya berusaha untuk memperoleh kebutuhan jasmaniah (fisiologi) seperti kebutuhan fisik dasar, makan dan minum, namun bila kebutuhan jasmaniah dinyatakan telah terpenuhi maka seseorang berusaha mencari pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi lagi yaitu kebutuhan rohaniah, seperti kebutuhan memiliki, penghargaan, status dan aktualisasi diri.
Berprestasi adalah kesuksesan dalam berkompetisi dengan standar terbaik yang telah ditetapkan, dan pada dasarnya tiap orang memiliki dasar untuk motif berprestasi. Oleh sebab itu orang yang memiliki motivasi berprestasi memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diberikan kepadanya, memperhitungkan resiko, selalu meningkatkan kecakapan atau kemampuan diri (belajar), sanggup bertahan lama dalam bekerja keras (pantang menyerah), dan berusaha memiliki keahlian.
Dengan demikian hakikat motivasi berprestasi adalah usaha seseorang untuk mengarahkan perilakunya atau bertindak dengan menggunakan segenap kemampuan fisik dan psikis untuk mencapai keinginan atau kebutuhan berprestasi, maju dan sukses dari sebelumnya.
Motivasi Berprestasi merupakan usaha seseorang untuk mengarahkan perilakunya untuk bertindak atau bertingkah laku dengan menggunakan segenap kemampuan fisik dan psikis untuk mencapai keinginan atau kebutuhan yang dituju. Keinginan atau kebutuhan yang dituju merupakan keinginan atau kebutuhan untuk berprestasi, maju dan sukses dari sebelumnya. Hal ini sama keadaannya dengan keinginan pengawas sekolah/madrasah untuk mencapai produksitivitas kerjanya yang lebih baik dari sebelumnya.
Motivasi berprestasi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar pengawas itu sendiri, seperti yang diilustrasikan pada gambar di atas, yang biasa disebut dengan motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan untuk melakukan sesuatu karena adanya perangsang atau stimulus dari luar individu seperti penghargaan dan sanksi yang diberikan. Motivasi ekstrinsik diwujudkan dalam bentuk rangsangan dari luar yang bertujuan menggerakkan individu untuk melakukan suatu aktivitas yang membawa manfaat kepada individu itu sendiri. Motivasi ekstrinsik ini dapat dirangsang dalam bentuk-bentuk seperti pujian, insentif, hadiah, dan nilai dan lain-lain.
Salah satu kendala yang mengakibatkan motivasi berprestasi pengawas itu sangat lemah adalah kurangnya penghargaan terhadap kinerja itu sendiri. Pengawas selalu diistilahkan sebagai “telinga” dan “mata” dinas pendidikan maupun pemerintah. Sehingga mengetahui secara terperinci persoalan pendidikan di sekolah, tapi ternyata laporan pengawas tidak pernah ditindaklanjuti. Akibatnya pengawas merasa belum diposisikan dengan sebenarnya, sehingga banyak guru yang justru masih beranggapan posisi pengawas kurang begitu penting. Padahal pengawas, selain sebagai perpanjangan tangan pemerintah di sekolah juga sebagai kontrol proses belajar di sekolah, untuk mengetahui titik lemah pelaksanaan program pendidikan. Dengan kontrol pendidikan yang baik otomatis pelaksanaan proses menjadi lebih baik
Pemberian penghargaan dan sanksi (reward and punishment) kepada pengawas juga menjadi faktor yang menjadi stimulus bagi pengawas untuk meningkatkan motivasi berprestasinya. Seorang pengawas akan lebih maksimal menjalankan tugasnya jika ada perhatian dari atasannya langsung atas apa yang dilakukannya, penghargaan atas keberhasilannya, atau sanksi atas kelalaiannya.
Tetapi yang terjadi di lapangan akan sangat berbeda jika pemberian sanksi terhadap seorang pengawas yang berasal dari mantan pejabat atau mantan atasan pejabat yang pada saat itu mempunyai kewenangan. Rasa segan yang akhirnya menjadi rasa enggan untuk menegur pengawas yang tidak menjalankan tugas sebagai mana mestinya akan berlarut-larut. Sehingga yang terjadi adalah pengawas datang ke kantor, isi absen, duduk sebentar lalu pulang, atau mereka menjalankan tugas supervisi seperti inspeksi yang biasa dilakukan oleh petugas inspektorat bukan sebagai supervisor yang membina mitra kerja (guru dan kepala sekolah/ madrasah)-nya jauh dari cita-cita pemerintah yaitu menjadi garda terdepan dalam penentuan arah manajemen pendidikan untuk meningkatkan mutu lulusan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan pengawas sangat strategik di dalam melakukan fungsi supervisi akademik dan manajerial di sekolah/madrasah. Sebagai supervisor akademik, ia dituntut untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan di bidang proses pembelajaran sehingga ia dapat memainkan peranan dan fungsinya membantu guru dalam meningkatkan proses dan strategi pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, ia dituntut untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan di bidang manajemen dan leadership sehingga ia dapat memainkan peranan dan fungsinya dalam membantu kepala sekolah/madrasah dalam mengelola sumberdaya sekolah/madrasah secara efisien dan efektif. Seorang pengawas juga harus dapat memainkan peranan dan fungsinya di dalam membina kepala sekolah/madrasah untuk mampu membawa berbagai perubahan di sekolah/madrasah. Dengan demikian,pengawas sekolah/madrasah dituntut memiliki pengetahuan dan wawasan untuk membina kepala sekolah/madrasah di bidang leadership yang dapat menciptakan iklim dan budaya sekolah/madrasah yang kondusif bagi proses pembelajaran sehingga mencapai kinerja sekolah/madrasah, kinerja kepala sekolah/madrasah, dan prestasi siswa yang maksimal.
Jika dihubungkan antara indikator motivasi berprestasi dengan produktivitas kerja pengawas diduga terdapat hubungan yang positif. Artinya seorang pengawas yang memiliki dorongan atau keinginan yang kuat untuk berprestasi dan sukses di dalam dirinya memiliki kemampuan dalam mengerjakan tugas-tugasnya secara efektif, efisien, sistematis, produktif dan berkualitas.
Faktor faktor yang mempengaruhi motivasi pengawas dalam memaksimalkan tugasnya dapat berasal dari dalam dirinya (motivasi instrinsik) maupun dari luar (motivasi ekstrinsik), motivasi instrisik muncul dari dalam diri pengawas itu sendiri yaitu kemauan dan semangat atau usaha pengawas untuk mengarahkan perilakunya untuk bertindak atau bertingkah laku dengan menggunakan segenap kemampuan fisik dan psikis untuk mencapai keinginan atau kebutuhan yang dituju. Keinginan atau kebutuhan yang dituju merupakan keinginan atau kebutuhan untuk berprestasi, maju dan sukses dari sebelumnya. Hal ini sama keadaannya dengan keinginan pengawas sekolah/madrasah untuk mencapai produksitivitas kerjanya yang lebih baik dari sebelumnya.
Motivasi ekstrinsik dapat berupa stimulus yang diberikan langsung oleh atasan langsung pengawas madrasah itu sendiri, yang dalam hal ini Ketua Pokjawas dan Kepala Kandepag. Stimulus itu dapat berupa penghargaan (reward) maupun sanksi (punishment). Penghargaan dapat diwujudkan dengan menyalurkan aspirasi pengawas yang termuat dalam laporan supervisinya. Pemberian sanksi kepada pengawas yang menjalankan tugas pokoknya harus dilaksanakan dengan bijaksana, sehingga pengawas dapat berfungsi sebagaimana mestinya, tidak hanya sekedar memperpanjang masa pensiun. Di samping itu tunjangan serta fasilitas yang diberikan kepada pengawas, bahkan dalam waktu dekat ini pengawas juga akan disertifikasi dan diberikan tunjangan layaknya guru dan dosen seharusnya menjadi motivator bagi pengawas untuk bekerja lebih maksimal.

B. SARAN
Terdapat hubungan yang signifikan antara Motivasi Berprestasi dengan Produktifitas Kerja Pengawas. Ini menunjukkan bahwa makin tinggi Motivasi Berprestasi, maka makin tinggi Produktivitas Kerja Pengawas Pengajaran Agama Islam. Berdasarkan hasil pembahasan, dapat dirumuskan saran-saran sebagai berikut:
1. Pengawas sekolah/madrasah dan pengawas PAI diharapkan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi
2. Pengawas sekolah/madrasah dan pengawas PAI secara sadar dan penuh keikhlasan melaksanakan tugas dan menyesuaikan diri dengan peraturan – peraturan yang berlaku, baik peraturan yang dibuat pemerintah pusat maupun Kepala Sekolah.
3. Pengawas sekolah/madrasah dan pengawas PAI harus terus – menerus meningkatkan prestasi kerjanya untuk kemudian berafiliasi dan berdampak pada produktivitas kerja/ supervisi.
4. Pengawas sekolah/madrasah dan pengawas PAI harus menjadi contoh berdisiplin dan taat azas / peraturan yang baik bagi teman seprofesinya dan para guru yang menjadi binaannya.
5. Para stakeholder (Kepala Kandep Agama) dan para pengurus POKJAWAS hendaknya menciptakan iklim kerja yang kondusif, sehingga para pengawas dapat berkreasi dan inovatif dalam bekerja.
6. Kepala Kandep Agama dan Ketua Pokjawas hendaknya memberikan motivasi dan peluang ke arah kemajuan karier para pengawas di bawah binaannya.





















DAFTAR PUSTAKA
Arthur A Thomson, Jr., and A. J. Strickland III, Strategic Management Concepts and Cases, Home Wood Illinois: BPI Irwin, 1987
Bambang Kusnyanto, Peningkatan Produktivitas Karyawan, Jakarta: Pustaka Binaman Presindo,1991.
Dale Timpe, The Art and Science of Business Management Produktivity, Terjemahan: Imam Sarjono , Jakarta: Elex Media Komputindo,1992.
Departemen Agama, Pedoman Pelaksanaan Supervisi Pendidikan, Jakarta: Dirjend. Bimbagais, 2000
Edward M Glaser, Productivity Gains Through Worklife Improvement , New York: The Psycological Corporation, 1976
Keith Davis & John W. Newstrom, Perilaku Dalam Organisasi, diterjemahkan Agus Dharma, edisi ketujuh, jilid 2, Jakarta: Erlangga, 1992
Keputusan Mendikbud Nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118/1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Keputusan Mendikbud Nomor 020/U/1998 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
Mantja, W. 2001. Organisasi dan Hubungan Kerja Pengawas Pendidikan. Makalah,disampaikan dalam Rapat Konsultasi Pengawasan antara Inspektorat Jendral Departemen Pendidikan Nasional dengan Badan Pengawasan Daerah di Solo,tanggal 24 s/d 28 September2001
Mauled Mulyono, Penerapan Produktifitas dalam Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 1993
Pokja Tenaga Pengawas. 2006. Manajemen Pengembangan Tenaga Pengawas Satuan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional
Sahertian, P.A. 2000. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bineka Cipta